Rabu, 15 Februari 2017

Large Scale Program in Managing the Silent Killer: Hypertension

Large Scale Program in Managing the Silent Killer: Hypertension

"The successful program is evidence that large-scale and comprehensive monitoring and intervention systems can improve blood pressure control,” Dr. Marc G. Jaffe
           Tekanan darah tinggi, atau yang dikenal pula dengan Hipertensi, merupakan kata yang tidak asing lagi untuk dipahami. Di Indonesia, data prevalensi di tahun 2013 secara nasional menunjukkan bahwa  25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit Hipertensi. Dengan kata lain, 1 dari 4 orang warga Indonesia berusia > 18 tahun menderita Hipertensi. Tentunya angka tersebut jelas menunjukkan bahwa Hipertensi  masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Hal ini berkaitan pula dengan komplikasinya seperti stroke dan penyakit jantung iskemik yang termasuk dalam 5 penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
              Data lain menunjukkan bahwa kesadaran terhadap kontrol Hipertensi yang adekuat pada pasien Hipertensi masih sangat rendah. Masih sangat banyak masyarakat yang tidak menyadari jika dirinya mengidap Hipertensi. Hal ini dikarenakan Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala tertentu tetapi bisa merusak organ tubuh dan memicu gagal ginjal, stroke, jantung sehingga disebut pula sebagai Silent Killer. Keadaan tersebut ditambah pula dengan manajemen Hipertensi yang bersifat long-term sehingga sulit untuk secara konstan menjaga ketaatan minum obat dan perubahan pola hidup pasien yang berperan penting dalam manajemen Hipertensi.
           Tidak berbeda jauh dengan Indonesia, di California Hipertensi juga menjadi masalah yang cukup besar. Berbagai program dijalankan untuk mengontrol tekanan darah demi memberikan intervensi terhadap tren Hipertensi yang selalu meningkat. Sebuah lembaga non profit yang dikenal dengan Kaiser Permanente Northern California (KPNC) menjalankan program ber-skala besar yang berhasil mengontrol 90% pasien Hipertensi.
Program ini dimulai dengan mengidentifikasi warga pengidap Hipertensi. Identifikasi individu pengidap Hipertensi dilakukan dengan melihat data yang telah ada pada rekam medik. Pada 2001, hampir 350.000 Pasien Hipertensi terlibat dalam program ini dan pada 2009 lebih dari 650.000 pasien terlibat. Langkah selanjutnya berupa kontrol yang baik terhadap guideline yang digunakan sebagai dasar manajemen Hipertensi. Guideline diperbarui setiap 2 tahun berdasarkan Evidence Based Medicine. Selanjutnya, guideline di distribusikan dalam berbagai macam bentuk seperti dokumen yang dicetak, e-mail updates, pocket cards, televised videoconferences, mengunggah ke internet, kepustakaan online, dan edukasi langsung secara personal.
          Pada tahun ke-7, KPNC melakukan kunjungan medis ke rumah sebagai alternatif dari kunjungan pasien ke pusat kesehatan. Untuk memastikan akurasi dari pengukuran tekanan darah, petugas medis yang melakukan kunjungan dilatih menggunakan alat yang telah ter-standarisasi serta melewati penilaian kompetensi pengukuran tekanan darah secara periodik. Kunjungan dijadwalkan setiap 2 – 4 minggu dilanjutkan dengan pengaturan dosis medikasi. Yang menarik, kunjungan ini tidak dipungut biaya sama sekali. Dari proses kunjungan tersebut, petugas medis yang melakukan kunjungan melaporkan langsung kepada dokter layanan primer yang selanjutnya secara intensif berhubungan dengan pasien. Hal ini meng-optimalkan alur kerja dari klinisi serta memberikan jadwal yang lebih fleksibel kepada pasien.
Program ini juga didukung oleh apoteker dalam bentuk produksi single-pill combination therapy. Terapi ini dipromosikan ke pasien dan dokter umum melalui  e-mail, materi yang dicetak, pocket card clinician tools, dan pada pertemuan atau konferensi tenaga medis. Strategi ini meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat dan menurunkan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh obat.

      Di Asia sendiri, yaitu di Jepang, program berskala besar sejenis pernah pula dilakukan bertepatan dengan sebuah studi berjudul “Effects of a Long-term Hypertension Control Program on Stroke Incidence and Prevalence in a Rural Community in Northeastern Japan”. Pada studi ini, padak kelompok yang mendapat intervensi penuh dilakukan 5 program, yaitu: (1) Skrining tekanan darah untuk deteksi Hipertensi; (2) Pemberian rujukan pada individu yang beresiko tinggi ke klinik lokal untuk mendapatkan medikasi; (3) Edukasi mengenai Hipertensi di lokasi skrining, kelas khusus, dan kunjungan langsung ke rumah; (4) Pelatihan kepada 150 kader  mengenai makanan sehat; dan (5) Edukasi dengan bantuan media massa untuk meningkatkan partisipasi terhadap skrining tekanan darah dan pengurangan konsumsi garam.
           Secara spesifik, pelatihan kepada 150 kader dilaksanakan melalui 10 kelas per tahun yang meningkatkan pemahaman mengenai stroke dan modifikasi gaya hidup. Lalu, para kader memberikan edukasi  kepada 1000 orang per-tahun di lokasi skrining tekanan darah dan pusat kesehatan setempat. Pemberitahuan masif di transmisikan melalui  pengeras suara yang berhubungan langsung dengan jaringan telepon yang biasanya digunakan untuk pengumuman emergensi seperti kebakaran atau gempa bumi. Pengumuman juga diberikan sebagai undangan skrining Hipertensi dan pengumuman kelas edukasi satu minggu sebelumnya. Pengumuman ini diberikan selama 3 menit pada 6:30 AM, 12:30 PM, dan 6:30 PM setiap Kamis. Topik yang dipilih pun bervariasi seputar pengurangan konsumsi garam, pentingnya diet seimbang dan istirahat yang cukup.
Dari dua program tersebut, kenaikan kontrol Hipertensi dari 44% menjadi 90% menjadi bukti kesuksesan program KPNC mengenai Hipertensi. Salah satu tim dari KPNC, Dr. Marc G. Jaffe mengatakan bahwa program yang sukses ini merupakan bukti bahwa sistem intervensi yang berskala besar dan pemantauan yang komprehensif dapat mengubah kontrol tekanan darah. Selain itu, dari Studi yang dilakukan di Jepang, didapatkan kesimpulan bahwa pelayanan kontrol Hipertensi yang intensif, bebas, skrining yang luas terhadap komunitas dan edukasi kesehatan merupakan cara yang efektif pada prevensi stroke di komunitas. Intervensi skala besar yang telah berhasil dilakukan ini tentunya membutuhkan partisipasi dari dokter umum, administrator, penganalisis data, apoteker, perawat serta dukungan besar dari pemerintah dan masyarakat itu sendiri sebagai target intervensi agar Hipertensi dapat dikendalikan.





               










Tidak ada komentar:

Posting Komentar