Rabu, 15 Februari 2017

Aplikasi “Behavioral Insights” dalam Menghadapi Golongan Anti-Immunisasi

Hari ini, kita akan membahas tentang "Behavioral Insights" dan strategi menghadapi golongan anti-immunisasi. Sebagai dokter, apa yang bisa kita lakukan untuk mempromosikan immunisasi kepada golongan anti-immunisasi? Apa taktik yang paling tepat? Penasaran? Silakan membaca!! =)

Apakah "Behavioral Insights"?


Secara kasar, "behavioral insights" merupakan sebuah studi yang mempelajari sikap dan aspek psikologi dalam proses pembuatan keputusan ("decision- making"). Studi ini meneliti sikap sosial, kognitif dan emosional seseorang individu dan komunitasnya dalam membuat kebijakan yang sesuai dan khas untuk kelompok sasaran.

Seperti di buku Sun Tzu "The Art of War" tentang strategi peperangan: ketahuilah lawanmu dan dirimu untuk memenangkan peperangan. "Behavioral insights" juga bertaktik sedemikian.




Tipe Apakah Pasien/ Klien Anda?

Menurut kelompok studi vaksin WHO-SAGE, golongan anti-immunisasi bisa dibagi menjadi:

1. Complacency 

mempercayai bahawa resiko penyakit yang bisa dicegah melalui immunisasi adalah rendah, maka tidak perlu melakukannya. Tidak merasa terancam oleh penyakit-penyakit tersebut. (dalam bahasa gaul: tipe sok-kuat)

2. Convenience

mempunyai masalah keuangan, geografi, ketersediaan vaksin dan keupayaan memahami konsep immunisasi (karena perbedaan bahasa dan pengetahuan tentang kesehatan). Mereka yang setuju atas kepentingan immunisasi namun tidak merasa immunisasi sangat penting sehingga sanggup mengharungi rintagan geografis/ meluangkan waktu dan uang turut tergolong dalam kategori ini.(dalam bahasa gaul: tipe mager)

3. Confidence

mempunyai kepercayaan terhadap efektifitas immunisasi (termasuk isu efek samping, religius keterampilan tenaga kesehatan) yang rendah sehingga tidak berpartisipasi dalam immunisasi (dalam bahasa gaul: tipe insecure)

4. Calculating

ini tipe pasien/ klien yang memperhitungkan semua keuntungan dan kerugian sebelum mengambil keputusan untuk tidak immunisasi. Yang sering difikirkan adalah "Misalkan semua orang terimmunisasi, saya tidak akan terinfeksi dari yang lain. Kenapa harus susah payah menahan sakit dan membayar untuk immunisasi? Biarkan yang lain yang melakukannya".

Strategi yang Bisa digunakan 

Intervensi Informasi

  1. Mengubah persepsi resiko
    • Selama ini foto anak kecil yang sakit dipaparkan untuk meningkatkan perasaan takut dalam kalangan orang tua. Namun ternyata melalui penelitian, ini tidak efektif, malah menyebabkan orang tua menginterpretasikan anak dalam foto merupakan korban efek samping immunisasi. 
    • Tenaga kesehatan masih diajukan untuk memberikan edukasi tentang resiko tidak immunisasi tanpa menyebabkan ketakutan yang berlebihan pada orang tua.
    • Hati-hati dengan cara menggunakan kata-kata (gunakan perkataan positif): 
      • "dengan mengimmunisasi, resiko anak anda untuk tertular berkurang 80%" lebih efektif daripada "immunisasi efektif dalam 80% kasus"
      • namun teknik penggunaan kata ini tidak bisa digunakan pada pasien/klien complacency
  2. Mempromosikan motif sosial
    • Menginformasikan bahwa ada individual/ anak yang tidak bisa diimunisasi (immuno-comproised, HIV positif, usia yang belum cukup untuk immunisasi tertentu). 
    • Maka dengan itu, mengimmunisasi anak sendiri adalah sebuah tindakan yang mulia dan tidak mementingkan diri sendiri.
  3. Mengoreksi mitos tentang immunisasi
    • Banyak mitos-mitos tentang immunisasi yang beredar dan adalah tanggungjawab kita untuk mengoreksinya. Dari penelitian, masyarakat paling mempercayai dokter mereka sendiri, maka dengan itu, adalah sangat penting untuk kita membenarkan fakta tentang immunisasi.

Intervensi Struktural 

  1. Pemberian insentif
    • Bisa dalam bentuk uang setiap kali melakukan immunisasi. Sudah dilakukan di Amerika dan ternyata bisa meningkatkan kadar vaksinisasi 
    • Dalam bentuk non-uang, seperti di India, di mana orang tua diberikan besi dan rempah ketika anak diimunisasi. Program ini berhasil.
  2. Menentukan jadwal immunisasi tetap
    • Didapati bahwa sekiranya seorang pasien sudah diberikan waktu yang spesifik untuk jadwal immunisasi alias appointment/janjian, kemungkinan besar pasien akan datang dibanding yang harus meluangkan waktu dan menjadwalkan waktu immunisasi sendiri. 
    • Hal ini adalah karna jika sudah dijadwalkan, memerlukan lebih banyak usaha untuk membatalkan jadwal tersebut dan vice versa
  3. Immunisasi mandatori
    • Semua anak yang masuk sekolah SD harus dilakukan immunisasi. Ketentuan ini sudah mulai dikembangkan di Jakarta dan sudah dijalankan di Amerika dan Malaysia. Hasil dari kebijakan ini bagus, 
    • "opt-out" merupakan kebijakan boleh memilih untuk tidak menerima immunisasi atas alasan medis, agama dan prinsip. Namun, ternyata semakin gampang untuk "opt-out" semakin banyak yang tidak mengimmunisasi. Maka "opt-out" hanya ditawarkan kepada tipe pasien/ klien tertentu.  

Intervensi Kontrol Diri

Intervensi ini bermaksud untuk memperkuat keinginan pasien/ klien untuk mengimmunisasi.
  1. Penyediaan Lokasi
    • Pemberian pamflet tentang lokasi immunisasi
    • Menyediakan kiosk immunisasi di perbatasan/ tempat terpencil (program di Thailand yang berhasil)
    • Menyediakan transportasi ke tempat immunisasi (seperti yang dijalankan di India, Thailand dan Indonesia).
  2. Pemberian informasi dan motivasi 
    • Dari sebuah penelitian di Thailand, rekomendasi dari tenaga kesehatan turut memainkan peran paling penting dalam memotivasi pasien/klien mengimmunisasi selain rekomendasi dari keluarga dan saudara
    • Peran tokoh-tokoh agama dalam memotivasi immunisasi turut merupakan sebuah strategi yang terbukti ampuh di India dan Malaysia. 
    • Pemberian informasi juga bisa dilakukan "door-to-door" dari satu rumah ke rumah yang lain (sudahh dijalankan di India)
  3. Memanfaatkan kecanggihan teknologi
    • Peringatan tentang jadwal imunisasi yang terus menerus dikirim melalui sms turut merupakan antara strategi yang efektif di Thailand  dan Amerika. 


Strategi berdasarkan Tipe 

Berikut adalah strategi yang diusulkan berdasarkan tipe-tipe pasien/ klien anda!


Sekian artikel ini. Semoga bermanfaat untuk semua!





Reference:
http://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/2372732215600716
http://content.healthaffairs.org/content/30/6/1096.full
http://likesuccess.com/745131
http://bi.dpc.nsw.gov.au/
http://www.ejmanager.com/mnstemps/93/93-1404636525.pdf
http://www.scopemed.org/?mno=163687
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4319147/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar