Kelahiran seorang bayi perempuan,
menurut penganut Hindu menjadi pertanda kedatangan Lakshmi dewi bertangan empat
yang menyebarkan kekayaan tiba di dunia. Seharusnya, ini menjadi dasar
keberadaan perempuan di India.
Namun
realitasnya, perempuan di India hingga kini masih mengalami penyiksaan,
diskriminasi, pembunuhan bahkan diaborsi sebelum lahir. Fakta itu menyebabkan
370 pakar gender di seluruh dunia sepakat India merupakan negara terburuk dari
kelompok G20 dalam memperlakukan perempuan. Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan di India dengan perkiraan prevalensi berkisar antara
6 persen sampai 59 persen tergantung wilayahnya.
Sejak
tahun 2012 telah terjadi peningkatan sebesar 27% dalam hal kekerasan terhadap
perempuan di India. Data dari Biro Kejahatan nasional menunjukkan bahwa antara
tahun 2009 dan 2013 kasus pelecehan kekerasan terhadap perempuan telah
meningkat lebih dari 50%. Angka resmi dari Biro Catatan Kejahatan India mengungkapkan, sebanyak
8.233 perempuan muda meninggal di India di tahun 2012, diantaranya, adalah
pengantin yang baru menikah, yang mendapat kekerasan dari suaminya. Laporan ini
terus meningkat, bahkan diatas jumlah laporan terhadap perempuan yang mengalami
kekerasan pelecehan seksual.Statistik ini tidak termasuk kasus-kasus yang tidak dilaporkan yang akan
meningkatkan jumlah secara eksponensial.
Dowry, Mahar Kematian
Kata dowry sebenarnya merujuk
kepada mas kawin yang diberikan keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan
atau sebaliknya sebagai persyaratan utama untuk melangsungkan perkawinan. Mas
kawin ini mempunyai banyak variasi pemberiannya, meliputi: uang, mas, berlian,
ataupun barang-barang rumah tangga. Sistem dowry muncul di beberapa tempat
seperti Eropa, Asia Selatan, Afrika dan beberapa belahan bumi lainnya.
Di India sendiri, dowry atau
mas kawin diberikan oleh keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki. Mas
kawin ini dianggap sebagai pemberian seorang ayah terhadap anak perempuannya
sebagai bentuk perlindungan terhadap anaknya dari kemungkinan kekerasan ataupun
kejahatan yang dilakukan oleh calon suami ataupun mertua.
Namun, dalam perkembangannya, karena
pengaruh keadaan sosial dan ekonomi, dowry telah menjadi momok yang menakutkan
terhadap perempuan di India. Di tahun 1961, praktek dowry menjadi illegal
karena telah memakan korban (Perempuan), namun sampai sekarang system ini masih
tertanam dalam budaya India. Dibawah perkembangan patriarki dan sistem ekonomi
kapitalis, sistem dowry semakin banyak menjatuhkan korban, terutama perempuan.
Sejumlah data menyebutkan,
setiap jam ada perempuan India yang meninggal karena sistem ini, karena
ketidaksanggupan perempuan untuk membayar mahar dalam perkawinan. Kekerasan
dalam rumah tangga pun kerap kali terjadi karena pihak pria dan keluarganya
merasa tidak puas terhadap pembayaran mahar yang tidak memadai. Tidak hanya
itu, di tahun 2006, UNICEF melaporkan bahwa 10 juta anak perempuan tewas baik
sebelum dilahirkan ataupun setelah dilahirkan. Kelahiran anak perempuan sering
dianggap beban, sedangkan kelahiran bayi anak laki-laki dianggap membawa
kemakmuran.
Perkembangan struktur ekonomi di
India yang telah dipengaruhi oleh sistem kapitalis turut memperkeruh dan
memperparah dampak sistim dowry terhadap perempuan. Lahirnya revolusi hijau di
India menyebabkan perempuan tersingkir dari tanah pertanian dan mendapat upah
lebih rendah dari laki-laki. Keadaan ini membuat perempuan semakin terhimpit
oleh beban ekonomi. Sementara, disisi lain, karena tekanan adat dan budaya,
perempuan juga harus menanggung kelangsungan hidup mereka.
Sistem kapitalis di India
menyebabkan banyak laki-laki memegang peranan penting dalam mengendalikan peran
ekonomi dan produksi. Boomingnya ekonomi kapitalis menyebabkan munculnya
kelas-kelas dalam masyarakat India dan menciptakan masyarakat yang
konsumeristik dan materialistik. Munculnya strata sosial yang berdasarkan
jumlah kekayaan membuat mahar perkawinan menjadi dikomersilkan dan menjadi
ajang bisnis ketika pihak keluarga perempuan akan mengadakan perkawinan dengan
calon pengantinnya.
Permintaan mahar yang tinggi
membuat keluarga pengantin perempuan acap kali merasa kesulitan untuk membayar
mahar dan menanggung malu apabila anak perempuannya tidak menikah. Hal ini membuat
sebagian besar penduduk India menolak mempunyai anak perempuan, bahkan membunuh
atau menggugurkan kandungannya apabila diketahui anak yang dikandung adalah
perempuan.
Kehadiran
perempuan dianggap beban dalam masyarakat. Sudah begitu, perempuan kurang
mandiri dalam ekonomi. Hal ini membuat perempuan semakin rentan mengalami
kekerasan dalam rumah tangganya. Perempuan dianggap masih bergantung kepada
suami dan keluarganya, sehingga letak kekuasaan atau superioritas dalam rumah
tangga terletak kepada suami. Sementara istri tetap pada posisi yang
tersubordinasi.
Sisi Terang dan Gelap dalam Hukum
Meskipun
kekerasan terhadap perempuan terjadi di semua daerah, korban kekerasan dari
daerah kumuh menghadapi hambatan yang berbeda dalam memperoleh dukungan dan layanan,
dan, karena itu, sangat beresiko untuk hasil kesehatan yang buruk dari
kekerasan pasangan. Lingkungan kumuh ditandai dengan rendahnya status
sosial-ekonomi, kondisi hidup yang tidak sehat, dan kurangnya pelayanan dasar.
Aspek-aspek ini berperan dalam kerentanan perempuan terhadap kekerasan dan
ketidakmampuan mereka untuk membebaskan diri dari hubungan yang kasar.
Faktor-faktor yang meningkatkan tingkat stres keluarga telah terbukti
meningkatkan kemungkinan kekerasan terhadap pasangan. Faktor yang terkait
dengan kekerasan pasangan di India antara lain pernikahan dini, penggunaan
alkohol pada suami, pekerjaan perempuan,
dan justifikasi istri.
Dalam hal ini, pandangan
perempuan India atas diri mereka memegang peranan penting. Banyak perempuan
tidak akan berbicara tentang pelecehan atau kekerasan seksual yang menimpa
mereka, apalagi melaporkan ke polisi. "Kekerasan terhadap perempuan yang
terjadi di rumah hampir tidak pernah dilaporkan. Mereka khawatir keluarga akan
terpecah, dan anak-anak menderita. Selain itu, banyak perempuan tergantung pada
suami secara finansial. Bahkan perempuan yang berkarier tinggi menyerahkan uang
mereka kepada suami. Sebagian besar dari mereka tidak tahu harus memberitahukan
siapa, jika diperkosa atau dipukul suami."
Sikap badan
hukum adalah halangan berikutnya bagi perempuan, yang ingin mengambil tindakan
terhadap kekerasan. "Polisi tidak menanggapi dengan serius, jika perempuan
melaporkan pemerkosaan," kata pengacara Flavia Agnes. "Sebelum
membuat protokol, polisi ingin memeriksa kasus itu dulu, sehingga perempuan
diajukan berbagai pertanyaan yang menyakitkan. Perempuan yang menjadi korban
kemudian takut mencoreng citranya sendiri."
Peran Pemerintah
Badan PBB yang mengurus
masalah perlindungan hak perempuan di dunia, UN Women, memiliki peran penting
dalam mengatasi masalah kekerasan di India. Melalui prinsip konvensi CEDAW, UN
Women menjalankan tugas-tugasnya menekan pemerintah India yang juga merupakan
salah satu negara yang meratifikasi konvensi untuk membentuk perundangan nasional
yang melindungi hak-hak perempuan dan menghapus diksriminasi atas mereka. UN
Women melakukan intervensi organisasi internasional melalui dua langkah, yaitu
langkah advokasi dan operasional. Melalui langkah advokasi, UN Women melakukan
kerjasama dengan pihak pemerintah nasional, negara bagian dan daerah di India,
pihak PBB dan badan-badan khusus PBB, serta kerjasama dengan masyarakat sipil
dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) lokal. Kerjasama tersebut menghasilkan
beberapa program yang melibatkan peran perempuan turut serta dalam pembangunan
negara. Melalui langkah operasional, UN Women memberikan bantuan dana dari UN
Trust Fund kepada pemerintah India dan LSM lokal khususnya dalam bidang
perlindungan perempuan.
Selain itu, UN Women
memberikan pelatihan-pelatihan kepada perempuan di India dari berbagai kalangan
untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam pengelolaan masyarakat dan negara.
Tujuan utama dari UN Women di India adalah merubah pola pikir keseluruhan
masyarakat India, bahwa kaum perempuan merupakan mitra penting dalam
pembangunan masyarakat dan daerah di India. Kaum perempuan nantinya memperoleh
kehormatan, hak dan posisi yang setara dengan kaum laki-laki, sehingga
kekerasan dan diksriminasi terhadap perempuan di India akan menurun, pembangunan
India akan dapat dilakukan dengan cepat dan merata.
Referensi
- Journal Domestic Violence India
- Dowry in India
- Dowry death
- Peran UN Women http://eprints.upnyk.ac.id/id/eprint/6675
Tidak ada komentar:
Posting Komentar